Debat Gubernur Dedi Mulyadi dengan Remaja Lulusan SMAN 1 Cikarang Utara Terkait Larangan Wisuda

Table of Contents

Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, terlibat dalam debat dengan seorang remaja yang baru saja lulus dari SMAN 1 Cikarang Utara dan juga merupakan korban penggusuran rumah di bantaran kali. Debat tersebut berfokus pada larangan acara wisuda yang diterapkan di sekolah-sekolah.

Debat Gubernur Dedi Mulyadi dengan Remaja Lulusan SMAN 1 Cikarang Utara Terkait Larangan Wisuda

Remaja tersebut mengungkapkan kekecewaannya terhadap kebijakan pelarangan wisuda, yang menurutnya akan menghilangkan kesempatan bagi siswa untuk merasakan kenangan perpisahan bersama teman-teman sekelas. “Saya merasa sudah lulus. Kalau tidak ada perpisahan, kita tidak bisa kumpul-kumpul atau merasakan betapa interaktifnya kumpul dengan teman-teman, Pak,” ujarnya dalam sebuah video yang diunggah di Kang Dedi Mulyadi Channel pada Senin (28/4).

Dedi Mulyadi menanggapi pernyataan itu dengan menjelaskan bahwa kenangan masa sekolah tidak hanya terbatas pada acara perpisahan, tetapi juga pada pengalaman selama bertahun-tahun menempuh pendidikan di SMP dan SMA. Dedi menambahkan bahwa penyelenggaraan acara wisuda sering kali membebani orang tua siswa dengan biaya tambahan, sementara pemerintah telah berupaya menggratiskan biaya pendidikan untuk meringankan beban tersebut.

Ia juga mengkritik remaja itu, yang meski berasal dari keluarga miskin, masih meminta agar acara wisuda diadakan. "Saya harus mengkritik, saya harus bersuara seperti ini, gubernur karena gubernur membebani rakyat, sekolah harus bayar SPP, kritik gubernur yang membiarkan orang tua terbebani biaya sekolah, kritik gubernur yang membiarkan banjir,” ujar Dedi dengan tegas.

Remaja tersebut menjelaskan bahwa ia tidak bermaksud mengkritik, tetapi hanya menyampaikan aspirasi karena merasa perlakuan tersebut tidak adil. “Bukan mengkritik Pak, lebih tepatnya menurut saya itu perlakuan tidak adil,” kata remaja itu.

Setelah mendengar penjelasan tersebut, Dedi akhirnya memberikan izin bagi siswa untuk menggelar acara wisuda atau perpisahan, namun dengan syarat bahwa acara tersebut harus diselenggarakan secara mandiri dan tidak melibatkan pihak sekolah. Dedi menjelaskan bahwa keterlibatan sekolah dalam acara seperti itu rentan menimbulkan tuduhan mencari keuntungan.

“Kamu saja, saya ketua panitia acara perpisahan, saya tidak akan melibatkan pihak sekolah, saya sendiri yang menyelenggarakan acaranya. Kalau besok busnya padat, ya itu tanggung jawab saya sendiri,” kata Dedi.

Ia juga menekankan bahwa siswa harus siap menanggung segala risiko yang mungkin timbul, seperti kerusuhan atau tindakan negatif lainnya. "Kalau besok pas perpisahan ada yang mabuk-mabukan, itu tanggung jawab sendiri, kalau besok ada tawuran pas perpisahan, itu tanggung jawab sendiri. Jangan bawa-bawa lembaga, karena bagi saya di Jawa Barat biaya pendidikan harus murah, tidak boleh membebani orang tua," lanjutnya.


Posting Komentar